Pages

Sabtu, 03 November 2012

ANYER!

Iseng iseng main ke pantai tombolo anyer. hilangin sedikit jenuh kuliah :)

Ray, Jempol, Babi Laut


Ivan Pledoy


Togay!





Ivan, Mahar, Ilham, Lutfi, Togi

Hukum Internasional (Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional)

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Konsep Wilayah Dalam HI
Konsep wilayah sangat penting dibicarakan dalam HI:HI adalah kaidah atau asas hukum yang mengatur persoalan yang melintas batas negara.Salah satu syarat suatu negara adalah wilayah.Konsep atau paham kedaulatan dibatasi oleh wilayah negara.
                
Cara-cara perolehan wilayah oleh suatu negara:

AKRESI
Penambahan wilayah yang disebabkan oleh proses alamiah. Misalnya terbentuknya pulau yang disebabkan oleh endapan lumpur muara sungai; mengeringnya bagian sungai disebabkan oleh terjadinya perubahan aliran sungai; terbentuknya pulau baru disebabkan oleh letusan gunung berapi.
CESSI. Penyerahan wilayah secara damai yang biasanya dilakukan melalui perjanjian perdamaian untuk mengakhiri perang, atau dengan cara-cara yang berbeda, misalnya pembelian Alaska pada tahun 1816 oleh AS dari Rusia, atau ketika Denmark menjual beberapa daerahnya di West Indies kepada AS pada tahun 1916.

OKUPASI
Penguasaan terhadap suatu wilayah yang tidak berada di bawah kedaulatan negara manapun, yang dapat berupa suatu terra nullius yang baru ditemukan. Penguasaan tersebut harus dilakukan oleh negara dan bukan oleh orang perorangan, secara efektif dan harus terbukti adanya kehendak untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai bagian dari kedaulatan negara. Hal itu harus ditunjukkan misalnya dengan suatu tindakan simbolis yang menunjukkan adanya penguasaan terhadap wilayah tersebut, misalnya dengan pemancangan bendera atau pembacaan proklamasi. Penemuan saja tidak cukup kuat untuk menunjukkan kedaulatan negara, karena hal ini dianggap hanya memiliki dampak sebagai suatu pengumuman. Agar penemuan tersebut mempunyai arti yuridis, harus dilengkapi dengan penguasaan secara efektif untuk suatu jangka waktu tertentu.

PRESKRIPSI
Pelaksanaan kedaulatan oleh suatu negara secara de facto dan damai untuk kurun waktu tertentu, bukan terhadap terra nullius melainkan terhadap wilayah yang sebenarnya berada di bawah kedaulatan negara lain.

ANEKSASI
Perolehan wilayah secara paksa.

PEROLEHAN WILAYAH OLEH NEGARA BARU.

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Wilayah dan Yurisdiksi Negara di Laut

Munculnya negara-negara merdeka baru yang berakibat berubahnya peta politik dunia;
Terjadinya perkembangan iptek yang sangat pesat;
Semakin bergantungnya negara-negara pada laut sebagai sumber kekayaan hayati (misalkan perikanan) maupun non-hayati (misalkan migas).

KONFERENSI HUKUM LAUT JENEWA1958
Dasar hukumnya adalah Resolusi Majelis Umum PBB No. 1105 (XI) 21 Februari 1957.
Berlangsung dari tanggal 24 Feberuari sampai 27 April 1958.
Dihadiri 86 negara

Menghasilkan 4 Konvensi, yaitu:
Konvensi I tentang Laut Teritorial dan Jalur Tambahan (Convention on Territorial Sea and Contiguous Zone);

Konvensi II tentang Laut Lepas (Convention on the High Sea);

Konvensi III tentang Perikanan dan Perlindungan Kekayaan Hayati Laut Lepas (Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources of the High Sea);

Konvensi IV tentang Landas Kontinen (Convention on Continental Shelf)

YURISDIKSI

Yurisdiksi Teritorial:
Kewenangan negara utk menjalankan yurisdiksi atas orang, benda, perbuatan dan hal-hal yg terjadi di dalam wilayahnya.  Ciri penting negara merdeka berdaulat (Lord Macmillan, 1938).  
Teritorial, laut teritorial, kapal berkebangsaan negara, dan pelabuhan.

Pelabuhan:
Asas umum: kapal niaga yang memasuki pelabuhan negara asing tunduk kepada yurisdiksi negara tersebut. Pengecualian: keadaan kesukaran.

Perluasan yurisdiksi teritorial:
Asas teritorial subyektif: Geneva convention for the suppression of counterfeiting currency (1929) dan Geneva convention for the suppression of the illicit drug traffic (1936).
Asas teritorial obyektif: Lotus case 1927. Perusahaan multinasional.

Yurisdiksi teritorial atas orang asing:
Sejauh mungkin seperti warganegara dari negara teritorial. Tak ada presumsi imunitas.
Akan ada imunitas: Imunitas khusus Hukum setempat tak sesuai hukum internasional.
     
Yurisdiksi kriminal teritorial: 
Kejahatan harus diadili oleh negara yang terganggu/ terlanggar ketertiban sosialnya.

Pembebasan yurisdiksi teritorial: 
Negara asing & kepala negara asing; Wakil-wakil diplomatik; Kapal-kapal (public ships) negara asing.

Prinsip imunitas yurisdiksional: 
Par in parem non habet imperium; Resiprositas / komitas; Tindak bersahabat; Konsesi imunitas; Diluar yurisdiksi peradilan.

Aspek: 
Imunitas terhadap tuntutan peradilan Imunitas harta benda milik negara asing / kepala negara asing.

Imunitas yurisdiksional agen diplomatik: 
imunitas mutlak dari yurisdiksi kriminal, kecuali tindakan pribadi.

Yurisdiksi atas kapal umum negara asing: 
Teori “pulau terapung” (floating island theory) teori obyektif.

Angkatan perang negara asing:
Imunitas terbatas

Lembaga internasional: 
Imunitas yurisdiksi teritorial.

 Yurisdiksi Individual:
Tergantung kualitas orang yang terlibat dalam peristiwa hukum.
Prinsip Nasionalitas aktif.
Prinsip Nasionalitas pasif.

 Prinsip Perlindungan:
Mendasari kewenangan negara  menjalankan yurisdiksi terhadap kejahatan yang mengenai keamanan dan integritasnya atau kepentingan ekonomi yang vital.

 Prinsip Universal:

Pelanggaran yang terjadi dalam yurisdiksi semua negara di mana saja perbuatannya itu dilakukan. Delik jure gentium.
Contoh: Bajak laut, kejahatan perang, genocide, perdagangan narkotika, perdagangan manusia, pemalsuan uang, terorisme.

 Yurisdiksi pesawat terbang:

Konvensi Tokyo 1963; Konvensi Den Haag 1970; Konvensi Montreal 1971.
Terorisme internasional. 11 september 2001

Laut Teritorial dan Jalur Tambahan:

Kedaulatan suatu negara pantai terbentang di luar teritorial darat dan perairan di dalamnya, dan dalam hal negara kepulauan, perairan kepulauan terbentang sampai ke laut teritorial, ruang angkasa di atasnya dan dasar laut serta laporan tanah di bawahnya. Lebar: 12 mil dari garis dasar.

Jalur tambahan (contiguous zone): negara pantai boleh melaksanakan pengawasan dalam jalur tersebut yang penting untuk mencegah pelanggaran atas bea cukai, fiskal, imigrasinya atau hukum dan peraturan kesehatan dalam lingkup teritorium dan laut teritorialnya, serta menghukum pelanggarnya. 

Rezim baru UNCLOS:
¢    Selat yang dipakai untuk pelayaran internasional.
¢    Perairan negara kepulauan (archipelagic state).  

Zona Ekonomi Eksklusif:
¢    Suatu bidang di luar dan yang berbatasan dengan laut teritorial, yang tidak melampaui 200 mil laut dari garis dasar, darimana lebar laut teritorial itu diukur (yaitu yang 200 mil laut itu tidak diukur dari batas-batas luar laut teritorial). 

Landas Kontinen:
¢    Terdiri dari dasar laut dan lapisan tanah sebelah bawah dari wilayah dasar laut yang melampaui laut teritorialnya di seluruh perpanjangan alamiah wilayah daratnya ke pinggir luar batas benuanya, atau sampai sejauh 200 mil dari garis dasar, darimana luas laut teritorial diukur bila pinggir luar batas benua tdk sejauh itu.  

Laut Bebas:
¢    Hanya berlaku bagi bagian-bagian laut yang tidak termasuk ZEE, di laut-laut teritorial atau perairan intern negara-negara atau di perairan kepulauan dari negara-negara kepulauan.
¢    Terbuka bagi semua negara, dengan memperhatikan kepentingan negara lain yang juga punya kebebasan.  

Perbudakan; Pembajakan; Perdagangan Narkotika:
¢    Kewajiban semua negara mencegah perbudakan / pengangkutannya.
¢    Pembajakan: jure gentium. Musuh umat manusia (hostis humani generis)
¢    Kerjasama negara-negara memerangi pengangkutan narkotika / psikotropika 

Siaran tidak sah; Pengejaran; Pelestarian:
¢    Kerjasama negara atas siaran tidak sah.
¢    Pengejaran harus memperhatikan rejim laut teritorial, zona tambahan, ZEE, dan laut bebas.
¢    Negara pantai harus menentukan penangkapan sumber daya hayati yang diperbolehkan dalam ZEE. 

Pulau; Laut tertutup/setengah tertutup:
¢    suatu bidang tanah yg terbentuk secara alamiah yg dikelilingi air, dan yg berada di atas air pada waktu pasang naik.
¢    Sebuah teluk, basin atau laut yg dikelilingi dua atau lebih negara & yg dihubungkan dengan laut atau lautan oleh saluran keluar yg sempit. Seluruh atau sebagian: laut wilayah & ZEE dua atau lebih negara pantai. 

Hak Akses; Kawasan; Perlindungan dan Pengamanan:
¢    Hak akses negara tertutup (land-locked state).
¢    Dasar laut (seabed)& dasar samudera & lapisan tanah di bawahnya.
¢    Perlindungan lingkungan laut dari ancaman polusi

Penyelesaian Sengketa
Sumber: buergenthal dan maier, 1990; shelton, 2006.  
Sifat: 
Penyelesaian secara damai.
Penyelesaian dengan kekuatan.

Dasar Pengaturan:

o   Article 2 (3) UN Charter, requires all members to: “settle their international disputes by peaceful means in such a manner that international peace and security, and justice, are not endangered”.
o   Article 33 UN Charter: “The parties to any dispute, the continuance of which is likely to endanger the maintenance of international peace and security, shall, first of all, seek a solution by negotiation, enquiry, mediation, conciliation, arbitration, judicial settlement, resort to regional agencies or arrangements, or other peaceful means of their choice”.

Metode Penyelesaian Damai:

Metode Non-yudisial (non-judicial method).
Metode semi-yudisial (quasi-judicial method).
Metode yudisial melalui pengadilan (Judicial method).
Non-judicial method:

Metode tradisional:
o    Negosiasi.
o   Inquiri.
o   Mediasi.
o   Konsiliasi.
o   Kombinasi negosiasi, mediasi, dan konsiliasi.

Quasi-judicial method:
o   Arbitrase
§  Perbedaan dengan adjudikasi lain.
§  Klausa arbitrase/perjanjian arbitrase.
§  Consent to arbitrate.
§  Compromis
§  Komposisi majelis arbitrase.
§  Putusan (award)
§  Hukum yang berlaku (applicable law) dan sumber hukum.
§  Arbitrase internasional.

Judicial method:
o   Lembaga yudisial internasional yang permanen. International Court of Justice (ICJ).
§  Contentious jurisdiction. (Yurisdiksi/kewenangan menyelesaikan sengketa)
§  Advisory jurisdiction. (Yurisdiksi/kewenangan memberikan nasehat hukum/pendapat hukum)

ICJ-Contentious jurisdiction:
     Dasar
     Asas timbal balik (reciprocity).
     Pertimbangan keamanan nasional.
     Efek dan pelaksanaan putusan. 

ICJ-advisory jurisdiction:
     Skopa.
     Ciri hukum.
     
Contoh:1962, keputusan Court tentang biaya-biaya pemeliharaan perdamaian (peacekeeping expenses) di Republic of Congo dan Timur Tengah melahirkan “expenses of the organization” yang dibiayai oleh negara-negara anggota PBB dengan porsi yang ditentukan oleh General Assembly. 

Peradilan Internasional lain:
     International Criminal Court (ICC)
     Court of justice of the European Communities.
     European Court of Human Rights.
     Inter-American Court of Human Rights.
Semuanya merupakan lembaga peradilan yang bersifat permanen. 

Penyelesaian dengan kekuatan (Use of Force):
     Jika penyelesaian secara damai gagal.

     Penggunaan kekuatan (the use of force).
     Pemeliharaan perdamaian oleh PBB (UN Peacekeeping).
     Pemeliharaan perdamaian oleh organisasi regional.
     Perjanjian pertahanan regional 

Penggunaan kekuatan (the use of force):
     Pasal 37(1) Piagam PBB.
     Kewenangan Dewan Keamanan.
     Namibia case, 1971, ICJ adv.op.
     Peran Majelis Umum dan Sekretaris Jenderal.
     Pembelaan diri (self-defense).
     Tujuan kemanusiaan (humanitarian objectives). 

Pemeliharaan Perdamaian PBB (Peacekeeping):
·         Kewenangan Dewan Keamanan.
·        
      Penerapan sanksi.
·         Kasus Uniting for Peace Resolution (1950).
·         Unarmed observer atau personel militer.
·         Dimulai tahun 1948 (Konflik Israel-Palestina). Observer sipil.
·         1956, pasukan perdamaian pertama: Suez.
·         Keberhasilan dan kegagalan.
o   Biaya yang mahal.
o   Sampai 2004: Terdapat 59.000 personel dalam 16 operasi di seluruh dunia. (1994: 79.000).
o   130 negara telah berperan dalam 59 operasi.
o   Telah jatuh korban: 1.800 peacekeepers.
·        Peacekeeping oleh organisasi regional:
o   Dasar: Pasal 52-54 Piagam PBB.
o   Atas otorisasi dari Dewan Keamanan. 


SUKSESI NEGARA

Negara pengganti (successor state) dan negara yang digantikan (predecessor state).
                
Pengertian suksesi negara dapat diklsifikasikan menjadi 2, yaitu:

FACTUAL STATE SUCCESSION. 
Dalam hal bagaimana suksesi negara itu benar-benar terjadi / kejadian-kejadian atau fakta-fakta apa saja yang dapat digunakan sebagai indikator telah terjadinya suksesi negara.
Suatu negara diserap oleh satu negara lain. Jadi disini terjadi penggabungan dua subyek HI. Misalnya penyerahan Korea  oleh Jepang tahun 1910.

Suatu negara pecah menjadi beberapa negara yang masing-masing memiliki kedaulatan sendiri-sendiri. Dalam ini terjadi pemecahan suatu subyek HI. Misalnya pecahnya Columbia (1832) menjadi Venezuela, Equador dan New Grenada. Pecahnya Uni Sovyet menjadi beberapa negara merdeka (1991).

Gabungan dari bentuk 1 dan 2, yaitu suatu negara pecah menjadi beberpa negara yang kemudian diserap oleh negara-negara disekitarnya. Polandia pecah menjadi beberapa bagian yang kemudian diserap Rusia, Austria dan Prusia (1795).Lahirnya negara baru yang sebelumnya merupakan wilayah negara lain atau merupakan jajahan negara lain.Terjadinya penggabungan dua atau lebih subyek HI atau pemecahan satu subyek HI menjadi beberapa subyek HI (secara disengaja).

LEGAL STATE SUCCESSION.
Akibat-akibat hukum suksesi negara. Terutama mengenai pemindahan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari negara yang telah kehilangan identitasnya itu kepada negara atau satuan lain yang menggantikannya. 

Dalam hal ini ada 2 pendapat, yaitu:
Pendukung common doctrine yang berpendapat bahwa semua hak dan kewajiban dari negara yang digantikan beralih kepada negara yang menggantikan.
Penolak common doctrine, yang berpendapat bahwa semua hak dan kewajiban yang dimiliki suatu negara akan hilang bersamaan dengan lenyapnya negara tersebut.

Kedua pendapat tersebut sama-sama tidak realistis. Pada kenyataannya perubahan hak dan kewajiban itu pasti ada, walaupun tidak seluruhnya.
Suksesi negara dalam hubungannya dengan kekayaan negara. Kekayaan negara yang meliputi gedung-gedung dan tanah milik negara, alat-alat transport milik negara, dana-dana pemerintah yang tersimpan di bank, pelabuhan-pelabuhan dan sebagainya beralih kepada negara pengganti.
Suksesi negara dalam hubungannya dengan kontrak-kontrak konsensional. Menurut HI negara pengganti dianggap berkewajiban untuk menghormati kontrak-kontrak konsensional yang diadakan oleh negara yang digantikan dengan pihak konsensionaris, dengan pengertian bahwa kontrak-kontrak tersebut seharusnya dilanjutkan oleh negara pengganti. Akan tetapi berdasarkan kepentingan kesejahteraan negara, kontrak-kontrak konsensional tersebut dapat diakhiri, dan kepada pihak konsensionaris harus diberikan hak untuk menuntut ganti kerugian yang adil.

Suksesi negara dalam hubungannya dengan hak-hak privat.
Pada prinsipnya, negara pengganti berkewajiban untuk menghormati hak-hak privat yang telah diperoleh di bawah hukum nasional negara yang digantikan.
Kelanjutan dari hak-hak privat tersebut berlaku selama perundang-undangan baru dari negara penggantinya tidak menyatakan lain, dalam hal ini menghapus dan mengubahnya.
Penghapusan atau pengubahan terhadap hak-hak privat yang telah diperoleh itu tidak boleh bertentangan dengan atau melanggar kewajiban-kewajiban internasionalnya, khususnya mengenai perlindungan diplomatik.

Hak-hak privat yang bermacam-macam jenisnya itu, memerlukan pemecahan sendiri-sendiri.Suksesi negara dalam hubungannya dengan tuntutan-tuntutan terhadap perbuatan melawan hukum. Dalam hal terjadinya suksesi negara, dan negara yang digantikan telah melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum, maka jika terjadi tuntutan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan, sejauh manakah negara pengganti bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan itu? Umumnya sarjana berpendapat bahwa negara pengganti dipandang tidak berkewajiban untuk menerima tanggung jawab akibat tort atau delict (perbuatan melawan hukum) yang dilakukan oleh negara yang digantikan.
Suksesi negara dalam hubungannya dengan utang-utang negara. Apakah negara pengganti berkewajiban untuk menanggung utang-utang atau pasiva-pasiva yang ditinggalkan atau yang dibuat oleh negara yang digantikan?
Jika utang-utang tersebut dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga dan wilayah negara yang digantikankan, maka negara pengganti berkewajiban untuk menanggung utang-tang tersebut. Namun sebaliknya jika utang-utang tersebut digunakan untuk kepentingan segolongan masyarakat tertentu maka negara pengganti tidak berkewajiban untuk menanggung utang-tang tersebut.

Dalam hal suatu negara pecah menjadi beberapa negara yang berdiri sendiri, maka menurut HI, negara pengganti (negara-negara baru) dipandang berkewajiban untuk menerima utang-utang negara yang lenyap itu secara proporsional menurut metode distribusi yang adil. Sedangkan, dalam hal terjadi suksesi negara secara parsial, maka negara yang menggantikan kedaulatan atas wilayah yang terlepas tersebut, dipandang berkewajiban untuk menanggung utang-utang lokal atas wilayah yang bersangkutan.
Suksesi negara dalam hubungannya dengan pengakuan. Bilamana suatu negara telah memberikan pengakuan dan kemudian terjadi suksesi negara terhadap negara yang telah diakui tersebut (negara itu lenyap), bagaimanakah status pengakuan yang diberikan?
Dalam hal terjadi suksesi universal (yang mengakibatkan lenyapnya identitas internasional dari negara tersebut), maka hal itu berarti negara tersebut tidak lagi memiliki kriteria negara menurut HI. Dalam hal demikian, pengakuan dapat ditarik kembali.
Dalam hal terjadi suksesi negara yang bersifat parsial, yang tidak mengakibatkan hilangnya identitas internasional negara yang bersangkutan, maka berlaku asas kontinyuitas. Artinya, pengakuan tersebut dapat diteruskan kepada penguasa baru. Namun dalam hal suksesi tersebut terjadi karena aneksasi (perebutan), di mana suatu negara dianeksasi oleh negara lain dan aneksasi tersebut diakui oleh negara ketiga, jika kepada negara yang telah dianeksasi itu telah diberikan pengakuan sebelumnya, maka pengakuan tersebut harus diperbarui lagi bagi penguasa baru di negara tersebut. 

SUKSESI UNIVERSAL DAN SUKSESI PARSIAL

                
SUKSESI UNIVERSAL. 
Negara secara keseluruhan dicaplok oleh negara lain, atau suatu negara pecah menjadi beberapa bagian yang kemudian menjadi negara yang berdiri sendiri atau diserap oleh negara sekitarnya. Pada suksesi jenis ini identitas internasional negara yang bersangkutan lenyap atau berubah karena hilangnya seluruh wilayah.

SUKSESI PARSIAL. 
Sebagian wilayah negara melepaskan diri dan kemudian menjadi negara yang berdiri sendiri atau menjadi bagian negara lain. Identitas internasional negara yang bersangkutan tidak hilang, sebab yang terjadi hanyalah perubahan dalam luas wilayahnya saja.

SUKSESI NEGARA DAN SUKSESI PEMERINTAHAN
Perubahan dapat terjadi pada bentuk pemerintahan ataupun personalia pemerintahan.

CARA-CARA TERJADINYA SUKSESI NEGARA

FORCEFULL

Revolusi. 
Perbaikan (secara cepat dan kadang kala keras dan kejam) terhadap tatanan lama yang sudah mapan, termasuk di dalamnya penggantian sistem sosial, religius, politik dan lain-lain.

Perang. 
Persengketaan antara dua atau lebih negara yang terutama dilakukan dengan menggunakan kekuatan senjata, dengan maksud menaklukkan pihak lawan dan menerapkan syarat-syarat perdamaiannya sendiri (Starke). 

Memiliki unsur-unsur (Konvensi Den Haag II dan IV):
Merupakan persengketaan yang terutama dilakukan dengan menggunakan kekuatan senjata;
Dilakukan oleh atau antara negara-negara;
Bertujuan untuk menaklukkan  pihak lain atau lawannya;
Adanya pemaksaan syarat-syarat perdamaian yang dilakukan oleh pihak yang menang terhadap pihak yang kalah.

Pilihan bagi pihak yang menang:
Menganeksasi atau merebut wilayah negara yang dikalahkan;
Meninggalkan wilayah yang dikalahkan sebagai territorium nullius atau wilayah tanpa pemilik;
Menetapkan suatu subyek HI baru, baik merdeka maupun tidak merdeka di atas wilayah tersebut.
Aneksasi Korea oleh Jepang 1910, anekasasi Ethiopia oleh Italia 1936

PEACEFULL. 
Pecahnya Uni Sovyet 1991 dan bergabungnya Jerman Barat dan Jerman Timur setelah runtuhya tembok Berlin.

PENGAKUAN

Hal yang sangat penting artinya dalam hubungan antarnegara, karena setiap negara tidak ingin hidup terisolir. Sebelum mengadakan hubungan yang lengkap dan sempurna, maka harus melalui proses pengakuan terlebih dulu. Dengan adanya pengakuan, berarti negara baru itu dianggap mampu mengadakan hubungan internasional, hal ini adalah syarat penting untuk dapat diakui sebagai subyek HI.

TEORI-TEORI PENGAKUAN
Terbagi ke dalam 3 kelompok besar, yaitu :

1.Teori Deklaratoir (Declaratory Theory/Evidentiary Theory)
Menurut teori ini, pengakuan hanyalah bersifat pernyataan saja, bahwa suatu negara baru telah lahir.Artinya, jika suatu masyarakat politik telah memiliki unsur-unsur kenegaraan, maka dengan sendirinya telah merupakan suatu negara, dan HI secara ipso facto (dengan sendirinya) harus menganggapnya sebagai sebuah negara, dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang melekat padanya. Brierly, Erich, Fischer Williams, Tervooren, Schwarzenberger, konv. Montevideo 1933.

2.Teori Konstitutif (Constitutive Theory)
Menurut teori ini, dipenuhinya semua unsur kenegaraan tidak akan dapat secara langsung mengakibatkan masyarakat politik tersebut diterima sebagai suatu negara di tengah-tengah masyarakat internasional. Artinya harus ada pernyataan dari negara-negara lain bahwa masyarakat politik tersebut telah benar-benar memenuhi unsur-unsur kenegaraan. Wheaton, Von Liszt, Moore, Schuman, Lauterpacht.

3.Teori Pemisah
Teori ini memisahkan antara kepribadian internasional (international personality) dan penggunaan hak-hak internasional (international rights)yang melekat pada kepribadian itu.
Menurut teori ini, suatu negara dapat menjadi pribadi internasional tanpa melalui pengakuan, namun untuk menggunakan hak-haknya sebagai pribadi internasional, negara tersebut memerlukan pengakuan dari negara-negara lain. Cavare, Starke, Institute of International Law (di Brusell)

MACAM-MACAM PENGAKUAN

1.Pengakuan de facto
Adalah pengakuan yang diberikan berdasarkan kenyataan, bahwa yang diakui itu telah ada. Dalam hal ini tidak dipersoalkan sah tidaknya secara yuridis. Pengakuan ini sifatnya sementara, artinya (mungkin) dapat saja berubah jika fakta yang telah terjadi tersebut berubah.

2.Pengakuan de yure
Pengakuan ini baru akan diberikan jika pihak yang akan diakui tersebut memenuhi kriteria-kriteria :

Telah menguasai secara efektif, baik formal maupun substansial wilayah dan rakyat yang berada di bawah kekuasaannya.Sebagian besar rakyat atau seluruhnya memberikan dukungan penuh, yaitu menerima dan mengakui kekuasaan (dan penguasa) baru tersebut.
Pihak yang akan diakui secara de yure tersebut bersedia untuk menghormati kaidah-kaidah HI.Dengan adanya pengakuan secara de yure, berarti pihak yang diakui tersebut telah diterima keberadaannya dalam hubungan dan pergaulan internasional/telah diterima sebagai anggota masyarakat internasional.

CARA-CARA PEMBERIAN PENGAKUAN

1.Expressed Recognition
yaitu pengakuan yang diberikan secara tegas dan nyata. Dilakukan dengan cara pengiriman nota diplomatik resmi yang berisi pernyataan resmi bahwa pihak yang memberi pengakuan mengakui pihak yang diberi pengakuan.

2.Implied Recognition
yaitu pengakuan yang diberikan secara implisit, atau dapat disimpulkan dari tindakan-tindakan tertentu dari pihak yang memberikan pengakuan, seperti :
Pembukaan hubungan diplomatik
Kunjungan Kepala Negara
Diadakannya perjanjian-perjanjian yang bersifat politik, maupun perjanjian-perjanjian yang menunjukkan adanya pengakuan atas eksistensi pihak-pihak, mis; perjanjian pertahanan keamanan, perjanjian persekutuan militer, perjanjian penetapan garis batas wilayah.

BENTUK-BENTUK PENGAKUAN


Pengakuan Negara Baru
Keberadaan suatu negara sebagai subyek HI, tidak akan hilang sepanjang negara tersebut tidak kehilangan salah satu atau beberapa unsur kenegaraannya. Artinya, peristiwa apapun yang menimpa suatu negara, selama tidak menghilangkan salah satu unsur negara, kontinuitas eksistensi negara tidak akan berhenti.mis. perubahan bentuk negara, pergantian pemerintahan atau hilangnya sebagian wilayah negara.
                
Kelahiran suatu negara baru, akan menimbulkan reaksi dari anggota masyarakat internasional yang lain. Reaksi ini dapat berupa mengakui ataupun menolak untuk memberikan pengakuan terhadap negara baru tersebut. Reaksi ini akan membawa 3 implikasi :

1.Sikap badan peradilan nasional negara yang sudah memberikan pengakuan.Sikap ini biasanya sejalan dengan sikap pihak eksekutifnya. Artinya, jika pihak eksekutif telah mengakui keberadaan suatu negara baru, maka hal itu berarti pula telah ada pengakuan terhadap negara baru tersebut sebagai negara yang berdaulat, demikian pula yang dilakukan oleh badan peradilannya. Jika suatu saat negara baru tersebut mengeluarkan UU, maka badan peradilan negara yang mengakui tersebut akan menghormatinya sebagai suatu UU nasional suatu negara yang berdaulat.

2.Sikap badan peradilan nasional negara yang menolak memberikan pengakuan. Ini berarti negara baru tersebut kehadirannya tidak dikehendaki. Hal ini dapat diartikan sebagai penolakan terhadap segala prilaku negara baru tersebut, termasuk keabsahan peraturan per-uu-an nasional yang dibuat negara baru tersebut.

3.Sikap badan peradilan nasional yang tidak menolak mengakui namun tidak memberikan pengakuan.


Pengakuan Terhadap Pemerintah Baru
Pembedaan pengakuan ini dari pengakuan negara adalah sangat penting ditinjau dari segi hubungan dan hukum internasional. Sebab yang melakukan kedaulatan ke luar adalah pemerintahnya. Artinya, pemerintahnyalah bertindak mewakili negaranya dalam pergaulan  internasional dengan subyek-subyek HI lainnya. Hal ini juga akan berpengaruh besar terhadap kesediaan pihak ketiga untuk melakukan hubungan internasional. Dalam hal ini pihak ketiga akan berhati-hati dalam memberikan pengakuan terhadap pemerintah baru di suatu negara itu, walaupun eksistensi negaranya sendiri tidak diragukan lagi. Misalnya : Salvador Allende – Chili – 1971 – Marxis – menang dalam Pemilu Demokratis – Diakui negara-negara Komunis – ditentang AS.

Pengakuan Terhadap Kaum Pemberontak
Pemberontakan adalah urusan dalam negeri suatu negara. Tujuan Pemberontakan : menggulingkan pemerintah yang sah, memisahkan diri dan membentuk negara sendiri, menuntut etonomi yang lebih luas. HI tidak menentukan hukuman apapun terhadap pemberontak.
               
Ada 3 istilah pemberontakan :

Revolution (revolusi), bertujuan untuk merombak secara radikal suatu tatanan politis atau sosial yang sudah mapan di seluruh wilayah negara.
Rebellion (rebeli), perjuangan sebagian wilayah negara untuk menggulingkan kekuasaan di wilayah negara lainnya.
Insurrection (pemberontakan), kegiatan yang luas dan tujuannya lebih sempit daripada kedua pengertian di atas.
                
Lahirnya pengakuan ini didorong oleh rasa kemanusiaan terhadap nasib kaum pemberontak yang menjadi buruan di negaranya, padahal mereka sebenarnya bukanlah penjahat kriminal biasa, melainkan pejuang-pejuang politik yang mengangkat senjata.
                
Pengakuan ini akan memberikan kedudukan hukum tertentu kepada kaum pemberontak, setidak-tidaknya untuk menjamin bahwa tindakan-tindakan mereka tidak dianggap semata-mata sebagai pelanggaran hukum belaka.
                
Pengakuan yang diberikan oleh suatu negara kepada kaum pemberontak tidak berarti negara tersebut berpihak kepada kaum pemberontak tersebut.

Pengakuan Belligerensi
Pengakuan ini sifatnya lebih jelas dan tegas daripada pengakuan pemberontak. Pengakuan ini diberikan jika kaum pemberontak kedudukannya kuat dan seolah-olah sudah memiliki pemerintahan sendiri sebagai tandingan pemerintahan yang sedang berkuasa, seakan-akan ada dua pemerintahan yang sedang bertanding. Negara ketiga akan memberikan pengakuan beligerensi dan kaum pemberontak akan diakui statusnya sebagai belligerent, yang mempunyai konsekuensi :
Kapal-kapal kaum pemberontak diijinkan memasuki pelabuhan negara yang mengakuinya;
Dapat mengadakan pinjaman-pinjaman;
Berhak mengadakan penggeledahan terhadap kapal-kapal di lautan serta melakukan penyitaan barang-barang selundupan;
Berhak melakukan blokade
                Namun yang terpenting, negara-negara yang memberikan pengakuan beligerensi tersebut harus tetap menjaga netralitasnya. Pengakuan ini sifatnya sementara, karena jika salah satu pihak menang / kalah maka pengakuan ini tidak berlaku lagi.

Pengakuan Sebagai Bangsa
Pengakuan terhadap golongan-golongan rakyat yang baru memperjuangkan kemerdekaannya dan berusaha mendirikan negara nasionalnya sendiri yang merdeka dan diakui sebagai subyek HI, atau terhadap golongan rakyat yang sedang membentuk negara mereka sendiri (at the stage of establishing their own state). Akibat hukumnya hampir sama dengan pengakuan beligerensi. Mis : pengakuan sebagai bangsa terhadap Cekoslowakia.

Pengakuan Hak-hak Teritorial dan Situasi Internasional Baru
Pengakuan ini berupa penolakan pemberian pengakuan atas hak-hak internasional baru, yang dikemukakan oleh Menlu AS Stimson, oleh karena itu sering disebut Doktrin Stimson.
                
Lahirnya doktrin ini berkaitan erat dengan Perjanjian Briand-Kellog atau Perjanjian Paris, yang menolak penggunaan peperangan sebagai alat politik nasional dalam hubungan antar negara serta menganjurkan kepada negara-negara agar menyelesaikan persengketaannya dengan cara-cara damai (oleh Jerman, AS, Perancis, Belgia, Inggris, Italia, Jepang, Polandia, Cekoslowakia).
                
Tahun 1931 Jepang menyerang Manchuria, kemudian Stimson mengirimkan nota kepada Jepang dan Cina, bahwa AS tidak mengakui hak-hak teritorial dan situasi internasional baru yang diakibatkan oleh penyerangan tersebut. Doktrin ini dimaksudkan untuk mencegah digunakannya cara-cara agresi, terutama dalam hal penaklukan suatu daerah.